Home » » Konflik Abadi antara Ahlul Haq dan Ahlul Batil

Konflik Abadi antara Ahlul Haq dan Ahlul Batil


Dalam buku al jihad wal ijtihad, Syaikh Abu Qatadah Al Filisthini menjelaskan panjang lebar tentang permusuhan abadi tentang al haq dan al batil. Ringkasnya, beliau menyatakan, “Perseteruan antara al haq dengan al batil bermula semenjak keberadaan manusia di permukaan bumi. Hal itu merupakan bagian dari sunnatullah yang bersifat qadari, yang mana telah ditetapkan Allah Ta’ala kepada makhluq-Nya atas sunnatullah tersebut.”
Syariat yang lurus ini tegak di atas al haq. Syariat tersebut tegak untuk mencegah hal-hal yang telah Allah fitrahkan bagi manusia, berupa kecenderungan untuk menyimpang dari kebenaran. Agar kecenderungan tersebut lurus dan menjadi baik, Allah mensyariatkan kepada kaum muslimin untuk mulai berupaya menghilangkan kebatilan serta mencabut sampai akar-akarnya. Supaya pokok-pokok kebatilan itu tidak menguat dan pengaruhnya tidak mengakar dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu, Allah mensyariatkan jihad fie sabilillah atas hamba-hamba-Nya sebagai syiar iqamatuddin. Allah Ta’ala berfirman:
وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ فَإِنِ انْتَهَوْا فَإِنَّ اللَّهَ بِمَا يَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
“Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari kekafiran), maka sesungguhnya Allah Maha Melihat apa yang mereka kerjakan.” (QS. Al Anfal: 39)
Allah telah menyingkap rangkaian perseteruan ini dengan ungkapan yang indah. Sehingga tersingkaplah tabiat kebenaran dan hakikat kebatilan. Manhaj Qurani adalah manhaj yang haq, sedangkan kebalikannya adalah manhaj para tukang sihir dan ahli khurafat. Sepanjang sejarah umat manusia, para thaghut manusia (ilah-ilah yang palsu) menggunakan para tukang sihir untuk memperbudak manusia. Berdasarkan nash Al Quran dan sunnah Nabi, sihir merupakan ungkapan yang secara umum digunakan untuk dua hal:
1.    Sihir adalah suatu hal yang mengubah sebuah gambaran dalam pandangan manusia tanpa mengubah hakikatnya. Karena tidak ada yang mampu menciptakan sesuatu kecuali Allah Ta’ala. Maka tongkat berubah menjadi ular di mata manusia, bukan secara hakikatnya. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al A’raf ayat 115-119:
قَالُوا يَا مُوسَى إِمَّا أَنْ تُلْقِيَ وَإِمَّا أَنْ نَكُونَ نَحْنُ الْمُلْقِينَ (115) قَالَ أَلْقُوا فَلَمَّا أَلْقَوْا سَحَرُوا أَعْيُنَ النَّاسِ وَاسْتَرْهَبُوهُمْ وَجَاءُوا بِسِحْرٍ عَظِيمٍ (116) وَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنْ أَلْقِ عَصَاكَ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ (117) فَوَقَعَ الْحَقُّ وَبَطَلَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ (118) فَغُلِبُوا هُنَالِكَ وَانْقَلَبُوا صَاغِرِينَ (119)
“Ahli-ahli sihir berkata: “Hai Musa, kamukah yang akan melemparkan lebih dahulu, ataukah kami yang akan melemparkan?” Musa menjawab: “Lemparkanlah (lebih dahulu)!” Maka tatkala mereka melemparkan, mereka menyulap mata orang dan menjadikan orang banyak itu takut, serta mereka mendatangkan sihir yang besar (menakjubkan). Dan kami wahyukan kepada Musa: “Lemparkanlah tongkatmu!” Maka sekonyong-konyong tongkat itu menelan apa yang mereka sulapkan. Karena itu nyatalah yang benar dan batallah yang selalu mereka kerjakan. Maka mereka kalah di tempat itu dan jadilah mereka orang-orang yang hina.” (QS. Al A’raf: 115-119)
Dalam Surat Thaha ayat 66 Allah juga berfirman:
قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
“Berkata Musa: “Silakan kamu sekalian melemparkan”. Maka tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (QS. Thaha: 66)
2.    Sihir adalah sesuatu yang mengubah hakikat di dalam perasaan manusia, dengan jalan tipuan penjelasan dan kemampuan pembahasan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Allah Ta’ala berfirman dalam surat Ash Shaf ayat 6:
وَإِذْ قَالَ عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيَّ مِنَ التَّوْرَاةِ وَمُبَشِّرًا بِرَسُولٍ يَأْتِي مِنْ بَعْدِي اسْمُهُ أَحْمَدُ فَلَمَّا جَاءَهُمْ بِالْبَيِّنَاتِ قَالُوا هَذَا سِحْرٌ مُبِينٌ
“Dan (ingatlah) ketika Isa Putra Maryam berkata: “Hai Bani Israel, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab (yang turun) sebelumku, yaitu Taurat dan memberi kabar gembira dengan (datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya Ahmad (Muhammad)” Maka tatkala rasul itu datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata, mereka berkata: “Ini adalah sihir yang nyata”.” (QS. Ash Shaf: 6)
Ayat ini menunjukkan bahwa manusia menganggap penjelasan yang fasih dan tegas itu sebagai suatu bentuk sihir. Sabda Nabi:
إِنَّ مِنَ الْبَيَانِ لَسِحْرٌ
“Sesungguhnya keterangan-keterangan itu mengandung sebuah sihir.”
Dalam hal ini perlu dicatat, sihir tidak akan berpengaruh terhadap orang yang disihir kecuali dengan jalan teror (menakut-nakuti). Sebagaimana di penghujung ayat 116 Surat Al-A’raf di atas.
Kemudian Syaikh Abu Qatadah memberikan hubungan dasar antara haq dan batil sebagai berikut:
Sesungguhnya hubungan antara haq dan batil, kebaikan dan kejahatan, antara sihir dan perintah Allah,  cahaya dan kegelapan adalah hubungan perseteruan. Salah satu tidak akan muncul kecuali menghilangkan yang lain. Tidak akan mungkin yang satu rela dengan keberadaan yang lain. Allah Ta’ala berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 81,
وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا
“Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang batil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap.” (QS. Al Isra’: 81)
Maksud ayat ini menurut Syaikh Abu Qatadah adalah al haq itu mencabut kebatilan hingga akar-akarnya. Lalu mengeluarkan ruh kebatilan dari dirinya dengan tangan al haq, bukan menunggu agar kebatilan itu mati dengan sendirinya. Berdasarkan hal ini, maka banyak jamaah-jamaah Islam yang mengingkari jihad dan menyerukan supaya memadamkan jihad. Dengan menuduh mujahidin telah memberikan pembenaran atas kebatilan untuk memukul dan membunuh mereka.
Mereka ini sebenarnya berada dalam kebingungan. Hal itu karena mereka tidak mengerti tabiat kebatilan dan tidak mengerti bahwa kebatilan itu tidak akan ridha kepada kebenaran itu sendiri (meski tanpa ada pergerakannya),  tidak pula kepada eksistensinya. Di hadapan kita ada ratusan contoh, di antaranya perseteruan antara Nabi Luth ‘alaihis salam dengan kaumnya. Apakah hal itu dikarenakan beliau menyerang mereka? sama sekali tidak. Mereka menyerang Nabi Luth dan pengikutnya sebagaimana firman Allah Ta’ala:
وَمَا كَانَ جَوَابَ قَوْمِهِ إِلا أَنْ قَالُوا أَخْرِجُوهُمْ مِنْ قَرْيَتِكُمْ إِنَّهُمْ أُنَاسٌ يَتَطَهَّرُونَ
“Jawab kaumnya tidak lain hanya mengatakan: “Usirlah mereka (Luth dan pengikut-pengikutnya) dari kotamu ini; sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang berpura-pura menyucikan diri.” (QS. Al A’raf: 82)
Marilah kita berpikir dan melihat pembicaraan yang menakjubkan antara Nabi Syu’aib ‘alaihis salam dengan kaumnya. AllahTa’ala berfirman menjelaskan perkataan Nabi Syu’aib:
وَإِنْ كَانَ طَائِفَةٌ مِنْكُمْ آمَنُوا بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ وَطَائِفَةٌ لَمْ يُؤْمِنُوا فَاصْبِرُوا حَتَّى يَحْكُمَ اللَّهُ بَيْنَنَا وَهُوَ خَيْرُ الْحَاكِمِينَ
“Jika ada segolongan daripada kamu beriman kepada apa yang aku diutus untuk menyampaikannya dan ada (pula) segolongan yang tidak beriman, maka bersabarlah, hingga Allah menetapkan hukumnya di antara kita; dan Dia adalah Hakim yang sebaik-baiknya.” (QS. Al A’raf: 87)
Beliau adalah seorang lelaki yang berkata kepada kaumnya, “Kalian berdiri di atas paham kalian dan kami berdiri di atas keyakinan kami, kelompok orang yang beriman dan kelompok orang yang tidak beriman. Oleh karena itu hai orang-orang kafir, janganlah kalian menyerang kami dan kami tidak menyerang kalian. Sehingga datang perkara yang telah ditentukan bukan lewat tangan kami dan bukan pula lewat tangan kalian. Dan hal itulah yang menjadi pemutus perkara antara kami dengan kalian.” (Al Jihad wal Ijtihad, hal. 9-12)
Berikut ini terdapat sejumlah ayat yang menggambarkan kekalnya permusuhan antara ahlul haq dengan ahlul batil:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ إِلا قَوْلَ إِبْرَاهِيمَ لأبِيهِ لأسْتَغْفِرَنَّ لَكَ وَمَا أَمْلِكُ لَكَ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ رَبَّنَا عَلَيْكَ تَوَكَّلْنَا وَإِلَيْكَ أَنَبْنَا وَإِلَيْكَ الْمَصِيرُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja. Kecuali perkataan Ibrahim kepada bapaknya: “Sesungguhnya aku akan memohonkan ampunan bagi kamu dan aku tiada dapat menolak sesuatu pun dari kamu (siksaan) Allah”. (Ibrahim berkata): “Ya Tuhan kami, hanya kepada Engkaulah kami bertawakal dan hanya kepada Engkaulah kami bertobat dan hanya kepada Engkaulah kami kembali.” (QS. Al -Mumtahanah: 4)
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيرُ
“Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafik dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka Jahanam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali.” (QS. At Tahrim: 9)
قَاتِلُوا الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلا بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلا يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلا يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberikan Al Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk.” (QS.  At Taubah: 29)
Begitu juga disebutkan dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi was salam:
لاَ يَزَالُ هَذَا الدِّيْنُ قَائِمًا تُقَاتِلُ عَلَيْهِ عِصَابَةٌ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ حَتَّى تَقُوْمَ السَّاعَةُ
“Dien ini akan senantiasa tegak, sekelompok umat Islam berperang di atas dien ini hingga datangnya hari kiamat.” (HR. Bukhari Muslim).
لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى يُقَاتِلُونَ عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ عَلَى مَنْ نَاوَأَهُمْ حَتَّى يُقَاتِلَ آخِرُهُمُ الْمَسِيحَ الدَّجَّالَ
“Akan ada segolongan dari umatku yang berperang di atas al haq, yang muncul atas orang-orang yang menentangnya hingga kelompok terakhir dari umatku memerangi al masih dajjal.” (HR. Abu Dawud dan Al Hakim)
Dari nash-nash ini bisa diketahui, betapa sia-sianya berbagai usaha oleh sebagian kalangan yang mencita-citakan adanya kehidupan yang harmoni, tanpa konflik antar penganut ideologi haq dan batil. Dikatakan sia-sia karena hubungan dasar antara al haq dan al batil adalah hubungan perseteruan, di mana salah satu pihak berupaya untuk melenyapkan kekuatan dan pengaruh rivalnya di antara umat manusia. [kiblat.net]
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Paling Populer

Paling Banyak Dibaca

LIPUTAN DAKWAH

More on this category »

AUDIO KAJIAN ISLAM

More on this category »

KONSPIRASI MUSUH ISLAM

More on this category »

HOT NEWS

More on this category »

ARTIKEL ISLAM

More on this category »

Arsip Blog

Translate